Cerpen: Tiang Listrik

 


Saya jadi tiang listrik. Saban hari kerjaku hanya satu, berdiri mematung menyokong kabel. Jangankan beralih tempat untuk lihat luasnya bumi yang melahirkanku, istirahat barang sesaat juga saya tidak dapat. Benar-benar pekerjaan yang sangat menjemukan.

Menyembuhkan Mata Ayam Berbusa

Walau sebenarnya kukira saya akan dibuat senjata. Dapat berkeliling-keliling ke beberapa penjuru dunia serta menyebar ketakutan pada siapapun. Alat berat yang mengerukku dari perut bumi katakan, manusia sedang perlu banyak bijih besi untuk dibuat alat perang. "Beberapa manusia melakukan apakah yang dikuatirkan malaikat, dahulu. Membuat kerusakan dari muka bumi," lebih sang alat berat.


Saya telah memikirkan begitu gagahnya diriku waktu dibuat pesawat tempur, atau tank, atau bedil. Beberapa manusia akan berlutut sekalian mengusung tangan di hadapanku. Sesudah dipanasi beberapa ribu derajat sampai meleleh, saya justru diciptakan jadi tiang listrik.


Ini hari kurang menjemukan dari tempo hari, tempo hari, serta kemarinnya lagi. Sedikit yang dapat disaksikan di sini, tempatku ditanam. Satu gang sepi yang terdapat di tepian kota. Terkadang saya memikir untuk mangkir dari pekerjaanku. Biarkan kabel-kabel bertegangan itu jatuh menerpa manusia agar saya dipensiunkan. Ditarik dari tanah, dileburkan, serta jika mujur, saya akan jadi bedil. Untung, saya tidaklah sampai hati melakukan perbuatan itu.


Ada seorang yang lewat. Seorang lelaki. Kelihatannya bukan orang kampung sini. Ia ialah orang ke-2 puluh tujuh yang melalui di jalan ini. Ayolah, saya tidak punyai pekerjaan lain kecuali menghitungi orang serta kendaraan yang melalui.


Lelaki itu stop di depanku. Ia memandang tajam diriku dengan mata merahnya. Bulu-bulu kasar yang tumbuh tidak teratur di mukanya, membuat lelaki itu terlihat menakutkan. Bajunya kotor. Keringat merembes disana-sini. Saya percaya, jika saya punyai hidung, saya akan mencium berbau yang benar-benar memuakkan.


Lelaki itu diam dalam tempatnya lumayan lama. Ada apakah dengannya? Atau jangan-jangan ada yang keliru dengan cat hitam ditubuhku? Ditengah-tengah ketidaktahuanku ia mendadak memekik, "ANJIIING!"


Bahu lelaki itu turun naik ikuti nafasnya yang mengincar. Apa ia sedang geram padaku? Seingatku, saya belum pernah melakukan perbuatan salah kepadanya. Ah, kemungkinan lelaki ini edan. Satu tipe dengan sang edan yang seringkali diarak serta dibuangi batu oleh beberapa anak di kampung ini. Namun lelaki di hadapanku ini berbusana komplet.


Ia pada akhirnya bergerak. Mengambil suatu hal dari dalam ranselnya. Dia keluarkan satu kaleng, kuas, serta tumpukan kertas. Tanpa ada permisi dia mengolesi badanku dengan cairan lengket dari kaleng itu, lalu menutupnya dengan selembar kertas tertulis "SEDOT WC".


Fundamen tidak sopan! Memangnya saya papan iklan, apa? Ia semaunya saja menodai kegagahanku dengan iklan sedot WC. Jika saya punyai tangan, sudah pasti kutampar muka menjengkelkannya.


Rasa jengkelku tiba-tiba beralih jadi ketidaktahuan. Pemuda itu mendadak menangis. Meraung-raung seperti anak kecil yang merengek pada ibunya. Dia selanjutnya menghantamkan tinjunya ke badanku. Berulang-kali. Tidak senang , dia selanjutnya memakai batok kepalanya. Edan.


Postingan populer dari blog ini

The reporter, that earlier operated in typical sporting activities media,

Pembuat Peti Mati

The Satisfied Information Reopening Prepares for August